Jumat, 25 Mei 2012

Kalahkan Diri Menangkan Hati

Dizaman Tiongkok kuno ada seorang petani mempunyai seorang tetangga yang berprofesi sebagai pemburu dan mempunyai anjing-anjing yang galak dan kurang terlatih. Anjing-anjing itu sering melompati pagar dan mengejar domba-doamba sang petani. Petani itu meminta tetangganya untuk menjaga anjing-anjingnya, akan tetapi tetangga tersebut tidak mau peduli.

Suatu hari anjing-anjing itu melompati pagar dan menyerang beberapa domba-daomba sehingga terluka parah. Kali ini petani benar-benar kehilangan kesabarannya dan memutuskan untuk pergi ke kota berkonsultasi pada seorang hakim untuk mengambil langkah-langkah hukum yang diperlukan atas kejadian yang sangat merugikan tersebut.

Hakim itu mendengarkan cerita petani itu dengan hari-hati dan berkata, " Saya bisa saja menghukum pemburu itu dan memerintahkan dia untuk merantai dan mengurung anjing-anjingnya. Tetapi, anda akan kehilangan seorang teman dan mendapatkan seorang musuh. Mana yang kamu inginkan, teman atau musuh yang menjadi tetanggamu?"

Petani itu menjawab iya lebih suka seorang teman yang menjadi tetangganya. "Baiklah jika demikan, saya akan menawari Anda sebuah selusi yang mana Anda tetap menjaga domba-domba Anda tetap aman dan disaat yang bersamaan membuat tetangga anda tetap sebagai seorang teman, " Lanjut si Hakim. Mendengar solusi tersebut, petani sangat setuju dan antusias.

Ketika sampai dirumah, petani itu segera melaksanakan solusi pak hakim. Dia mengambil tiga ekor domba terbaiknya dan menghadiahkan kepada tiga anak tetangganya tersebut, yang diterima mereka dengan penuh suka cita dan kegembiraan. Anak-anak itupun mulai bermain dengan domba-dombanya.

Untuk menjaga 'mainan' baru anak-anaknya itu, si pemburu itu mengurung anjing-anjing galaknya agar tidak menggangu apalagi melukai domba-domba tersebut. Sejak saat itu, anjing-anjing itu tidak pernah lagi memiliki kesempatan mengganggu domba-domba si petani.

Di samping rasa terimakasihnya kepada kedermawanan petani kepada anak-anaknya, si pemburu sering membagikan hasil buruannya kepada petani. Sebagai balasannya, petani juga sering mengirimkan daging domba dan keju buatannya. Dalam waktu singkat kedua tetangga itu menjadi teman begitu akrab.

Kisah klasik ini dapat memberikan beberapa pelajaran kepada kita. Pertama, dalam berintraksi baik dengan anggota keluarga dan dengan orang lain, sering kali kita hanya memikirkan diri kita sendiri saja. Kita tidak mau dirugikan. Jika ada orang yang merugikan kita walau sedikit saja maka secara otomatis dan spontan kita akan lebih berusaha membalasnya dengan kerugian yang lebih besar bahkan berlipat ganda. Mereka yang menerima respon kasar kita tersebut juga akan kembali berbuat lebih kejam dan bahkan lebih merugikan kita.

Dan, demikanlah seterusnya aksi balas membalas ini, tidak akan kunjung mereda dan bahkan akan semakin besar dan hebat. Hal seperti ini juga yang sering kali menyebabkan antar tetangga bermusuhan selama bertahun-tahun lamanya, antar rekan kerja tidak berbicara satu sama lainnya walaupun berada dalam satu departemen, antar saudara rela saling menyakiti dan bahkan saling membunuh, serta masih banyak lagi perselisihan yang muncul kerena kondisi ini. Hal konyol lainnya adalah sumber penyebab perselisihan seperti ini hanyalah masalah sepele. 

Kedua, pembalajaran yang dapat kita petik dari ungkapan klasik yang mengatakan, " Cara terbaik untuk mengalahkan dan mempengaruhi orang adalah dengan memberikan kebajikan ". Poin inilah yang coba dipraktekkan sang petani guna menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya sambil mendapatkan berkah dan kebaikan yang beresonasi pada diri si pemburu dan keluarganya.

Oleh karena itu, belajarlah menekan ego diri untuk sebuah kebaikan yang lebih besar, Bukankah semua kitab suci mengatakan bahwa " musuh terbesar seorang manusia adalah diri sendiri "? karena dengan mampu mengalahkan dan mengendalikan diri sendiri, seorang bukan hanya menyeleasikan permasalahan yang dihadapinya sendiri melainkan juga akan memberikan kebaikan bagi orang-orang yang ada disekelilingnya.